KOMODITAS CABAI DI KELURAHAN NGAMPIN KECAMATAN AMBARAWA
BAB I
DATA LAPANG
1.1.
Keadaan Desa
Kelurahan Ngampin merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di
Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Kelurahan Ngampin terdiri dari 6 Dusun
yaituRW 1 Dusun Krajan,RW 2 Dusun Ngampin Kulon,
RW 3 Lonjong,
RW 4 Seneng,
RW 5 Gelagahombo, RW 6 Garung. Kelurahan Ngampin
berada diketinggian 530 m dari permukaan laut dengan suhu rata rata tahunan
adalah 23.8 0C. Curah hujan paling rendah adalah pada bulan Agustus
yaitu sejumlah 59 mm, dengan rata rata curah hujan 338 mm. Jenis tanahnya
merupakan tanah liat sehingga banyak petani yang bercocok tanam padi dan
pergiliran tanaman dengan jenis tanaman palawija.
Ilustrasi 1. Peta Kelurahan
Kelurahan berada pada bagian paling barat Kecamtan Ambarawa.
Kelurahan Ngampin memiliki luas wilayah sebesar 31.500 m2 dengan batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan
Panjang, sebelah
timur berbatasan denganKelurahan
Gondorio, Kecamatan Jambu
Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pasekan dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ngrapah, Kec. Banyubiru.
Tabel 1. Data Mata Pencaharian
Penduduk Kelurahan
Ngampin
No.
|
Mata Pencaharian
|
Jumlah Penduduk (orang)
|
Prosentase (%)
|
1.
|
Pelajar/Mahasiswa
|
826
|
15,53
|
2.
|
Pensiunan
|
94
|
1,77
|
3.
|
Pegawai
Negeri Sipil
|
113
|
2,12
|
4.
|
Tentara
Nasional Indonesia
|
10
|
0,19
|
5.
|
Polisi
|
8
|
0,15
|
6.
|
Pedagang
|
35
|
0,66
|
7.
|
Petani
|
111
|
2,09
|
8.
|
Karyawan
Swasta
|
1174
|
22,07
|
9.
|
Karyawan
BUMN
|
4
|
0,08
|
10.
|
Karyawan
Honorer
|
3
|
0,06
|
11.
|
Buruh
Harian Lepas
|
1088
|
20,45
|
12.
|
Tukang
Sol Sepatu
|
1
|
0,02
|
13.
|
Seniman
|
1
|
0,02
|
14.
|
Dosen
|
1
|
0,02
|
15.
|
Guru
|
54
|
1,02
|
16.
|
Dokter
|
1
|
0,02
|
17.
|
Perawat
|
5
|
0,09
|
18.
|
Pelaut
|
2
|
0,04
|
19.
|
Sopir
|
27
|
0,51
|
20
|
Wiraswasta
|
515
|
9,68
|
21.
|
Mengurus
Rumah Tangga
|
580
|
10,90
|
22.
|
Belum/Tidak
Bekerja
|
667
|
12,54
|
Jumlah
|
5320
|
100
|
Sumber : Data Sekunder Kelurahan Ngampin, 2015
Tabel diatas merupakan jumlah
pendudukan berdasarkan mata pencaharian. Penduduk terbanyak bekerja sebagai
buruh harian lepas yaitu sebesar 1088 jiwa. Karyawan swasta sebanyak 1174 jiwa.
Penduduk yang masih bersekolah sebanyak 826 jiwa. Penduduk yang tidak bekerja
sebanyak 667 jiwa.
Tabel 2. Data Jumlah Penduduk
No.
|
Penduduk
|
Jumlah (orang)
|
Prosentase (%)
|
1.
|
Belum
Produktif (0-14 tahun)
|
850
|
15,99
|
2.
3.
|
Produktif
(15-64 tahun)
Tidak produktif (>64 tahun)
|
3902
568
|
73,34
10,67
|
Jumlah
|
5320
|
100
|
Sumber : Data Sekunder Kelurahan Ngampin, 2015
Data diatas menunjukkan jumlah
penduduk total Kelurahan Ngampin sebesar 5.320 jiwa. Jumlah ini terdiri dari
penduduk belum produktif sebesar 850 jiwa, penduduk produktif sebesar 3902 jiwa
dan jumlah penduduk tidak produktif sebesar 568. Presentase dari penduduk belum
produktif ini adalah 15,99 % , produktif sebesar 73,34 % dan tidak produktif sebesar
10,67 % dari total penduduk Kelurahan Ngampin.
Tabel 3. Data Pendidikan
No.
|
Pendidikan
|
Jumlah (orang)
|
Prosentase (%)
|
1.
|
Tidak/belum
sekolah
|
714
|
13,42
|
2.
|
Tidak
tamat SD
|
304
|
5,71
|
3.
|
Tamat
SD
|
2341
|
44
|
4.
|
Tamat
SMP
|
987
|
18,55
|
5.
|
Tamat
SMA
|
659
|
12,39
|
6.
|
Tamat
Perguruan Tinggi
|
315
|
5,92
|
Jumlah
|
5320
|
100
|
Sumber : Data Sekunder Kelurahan Ngampin, 2015
Data
diatas menunjukkan bahwa jumlah paling banyak adalah penduduk yang tamat SD
yaitu sebanyak 2.341 jiwa. Tamat SMP,
tamat SMA, dan tamat perguruan
tinggi berturut - turut adalah 987 jiwa, 659 jiwa dan 315 jiwa.
1.2. Kondisi Pertanian atau Peternakan
1.2.1. Responden
1
Responden pertama
yang kami wawancarai adalah Bapak Jaenuri seorang petani sekaligus pemandu
wisata. Bapak Jaenuri tidak memiliki lahan pertanian sendiri, sehingga
melakukan sistem bagi hasil bagi usahataninya. Tanaman yang dibudidayakan
adalah cabai, dengan pergiliran tanaman dengan padi. Masalah yang dihadapi
antara lain adalah masalah pengairan, yang kurang memadai, hama trip, apit,
kutu bedak dan tungau
1.2.2. Responden 2
Responden yang kedua yaitu Bapak Maryanto.
Bapak Maryanto merupakan petani lulusan SD, sudah dari kecil terbiasa untuk
menggeluti bidang pertanian. Tanaman yang biasa dibudidayakan adalah padi dan
cabai. Bibit tanaman biasa dibeli dari petani lain. Sistem pengolahannya masih
sederhana. Pemupukan dengan pupuk kandang dan pupuk kimia. Permasalahan yang
ada yaitu gulma dan hama wereng.
1.2.3. Responden 3
Responden yang ketiga adalah Bapak Harno.
Bapak Harno merupakan petani lulusan SD, menjadi petani adalah pekerjaan
utamanya. Beliau bertani sejak tahun 1977. Tanaman yang biasa dibudidayakan
yaitu pisang dan cabai dengan luas lahan 2700 m2. Lahan ini
merupakan milik sendiri. Pengolahan tanahnya dilakukan dengan sederhana. Untuk
memperoleh hasil yang baik Bapak Harno melakukan pemupukan dan penyemprotan
dengan bahan kimia. Permasalahan yang dihadapi adalah masalah pengairan, hama
kutu loncat, patekdan ulat. Beliau juga memiliki usaha peternakan kecil yaitu
ternak sapi sebanyak 3 ekor.
1.2.4. Responden 4
Respoden yang keempat adalah Bapak Suratman.
Bapak Suratman merupakan petani lulusan SMP. Beliau sudah bertani sejak lulus
SMP. Sistem usahataninya yaitu bagi hasil atau penyakap. Luas lahan yang beliau
kerjakan 2000 m2. Pengolahan lahannya juga dilakukan dengan
sederhana Bibitnya biasa didapat dari toko pertanian. Tanaman yang biasa
dibudidayakan adalah cabai dan padi. Pemupukannya merupakan kombinasi antara
pupuk organik dan kimia. Permasalahan yang dihadapi yaitu biaya, hama, dan
penyakit keriting daun.
1.2.5. Responden 5
Responden yang
kelima adalah Ibu Siti. Beliau merupakan lulusan SD. Pekerjaan utamanya adalah
petani dan pekerjaan sampingannya adalah peternak ayam sederhana. Tanaman yang
biasa dibudidayakan adalah cabai dan padi. Luas lahan yang dimiliki yaitu 2500
m2. Permasalahan yang dihadapi yaitu masalah pengairan terutama saat
musim kemarau dan penyakit patek pada saat musim hujan.
1.3.
Potensi
Potensi
sumber alam yang dapat dimanfaatkan adalah daerah pertanian yang subur. Walapun
irigasi masih menggunakan irigasi sederhana, ketersediaan air cukup untuk
mengairi beberapa daerah pertanian disekitar aliran air. Keadaan tanah yang
subur didukung dengan sinar matahari yang cukup membuat pertanian di Kelurahan
Ngampin sangat baik. Komoditas yang ditanampun juga bervariasi antara lain :
padi, cabai, onclang, pisang, sawi dan sayur lainnya. Didaerah yang lebih
tinggi terdapat potensi pertanian lain yaitu kelapa, kayu, pisang, dan ketela.
Kelurahan juga memiliki potensi peternakan yang biasa dilakukan oleh
rumahtangga seperti ayam, kambing, kerbau, kelinci, sapi, ikan dan burung.
Kelurahan Ngampin terkenal dengan serabinya.
Makanan yang berbahan dasar beras ini merupakan makanan khas Kelurahan Ngampin
yang mudah ditemui sepanjang jalan raya Ambarawa-Magelang, tepatnya di wilayah
Ngampin. Munculnya sentra serabi ini bermula dari tradisi serabinan di Desa
Ngampin. Tradisi serabinan ini sudah berjalan turun- temurun sejak ratusan
tahun lalu. Tradisi ini sebenarnya untuk menyambut datangnya bulan Syakban. Namun,
sejak 1989 terjadi pergeseran. Di luar upacara ritual itu banyak warga desa
yang saban hari berjualan serabi. Kalau pada awalnya hanya tiga orang saja,
kini telah berkembang hingga mencapai 100 orang yang menggantungkan hidup dari
usaha penjualan serabi ini.
Kelurahan Ngampin memiliki potensi budaya yang
cukup beragam. Budaya masyarakat ini diteruskan turun –temurun dengan membentuk
perkumpulan remaja yang dikenal dengan sebutan Karangtaruna. Kegiatan yang
dilakukan Karang Taruna tersebut salah satunya bertujuan untuk meningkatkan
kecintaanpara remaja terhadap budaya Indonesia. Kegiatan tersebut antara lain
Memperingati Hari kemerdekaan Republik Indonesia, Reog, wayang dan lain- lain.
1.4.
Masalah
Adapun masalah yang
ditemukan di Kelurahan Ngampin adalah hama dan penyakit patek. Hama yang menyerang tanaman
biasanya adalah tikus, wereng dan burung. Pada dasarnya petani telah
mengusahakan untuk melakukan penanganan atas masalah yang dihadapi, namun masih
saja hama tersebut merusak tanaman. Selain itu, gulma dan masalah pengairan
juga merupakan masalah yang mengganggu. Hal ini sangat dirasakan ketika musim
kemarau panjang. Setiap tanaman sangat membutuhkan air untuk keberlangsungan
hidupnya, apabila petani memaksakan tanam saat kemarau maka produktivitasnya
akan rendah, bahkan sampai gagal panen.
BAB II
PENENTUAN
DAN PEMBAHASAN
MASALAH
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, dapat diketahui masalah yang dihadapi oleh para
petani di Lingkungan
Krajan,
Kelurahan Ngampin
adalah permasalahan hama
dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman cabai para petani adalah hama wereng,
lalat buah,
kutu daun dan penyakit patek yang tidak terkendali, tetapi
masalah utama yang
menyerang tanaman cabai disana
adalah penyakit patek. Hal ini sesuai dengan pendapat Agrios (1996) penyakit
yang sering terdapat pada pertanaman cabai adalah penyakit antraknosa (patek)
yang disebabkan oleh patogen Colletotrichum spp. Timbulnya gejala penyakit disebabkan karena
adanya interaksi antara tanaman inang dan patogen. Hal ini dipertegas oleh Semangun (2007) sering
kali patogen penyebab penyakit tersebut dapat ditemukan pada jaringan yang
terserang (internal) atau pada bagian permukan jaringan (eksternal) dalam
bentuk tubuh buah, sclerotium dan sebagainya. Colletotrichum spppenyebab
penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan sangat pesat bila
kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rH dengan suhu 320C.
Penyakit ini bergejala
mati pucuk yang berlanjut ke bagian tanaman sebelah bawah. Daun, ranting dan
cabang menjadi kering berwarna coklat kehitam-hitaman seperti terkena sengatan matahari diikuti oleh busuk
basah yang terkadang ada jelaganya berwarna hitam. Sedangkan pada biji dapat
menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat
menimbulkan rebah kecambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pracaya (1991)
pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian
lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman. Pendapat lain yang disampaikan
oleh Duriat et al. (2007) pada batang cabai aservulus cendawan
terlihat seperti tonjolan.
Patogenitas
Colletotrichum sangat kuat sehingga dapat menurunkan produksi cabai.
BAB
III
PEMECAHAN
MASALAH
Berdasarkan hasil
wawancara dapat diketahui permasalahan yang dihadapi petani cabai di desa
Ngampin yaitu penyakit patek (antraknosa). Penyakit patek disebabkan oleh
cendawan Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides.
Hal ini sesuai dengan pendapat Setiadi (2006) yang
menyatakan bahwa Patek merupakan salah satu jenis serangan penyakit yang
disebabkan oleh cendawan jenis Colletotrichum capsici, Colletotrichum gloeosporioides
dan Gleosporium piperatum. Jika penyakit patek
menyerang ketika masih pembibitan akan menyebabkan kecambah layu jika pada
tanaman dewasa menyebabkan mati pucuk, busuk kering pada batang dan daun
sedangkan efek pada buah cabai akan membusuk seperti terbakar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Prajnata (2007) yang menyatakan bahwa gejala awal serangan
patek adalah bercak cokelat kehitaman di permukaan buah, lalu buah menjadi
rusak yang ditandai dengan busuk lunak. Serangan cendawan jenis Gleosporium
piperatum dimulai sejak buah masih
muda. Serangan cendawan ini ditandai dengan pembusukan di bagian ujung buah,
kemudian menjalar hingga kea rah tangkai. Sementara itu, jenis
Colletotrichum capsici menyebabkan buah layu kering dan mengerut. Jika
serangan terjadi pada buah muda, maka akan mempercepat pengguguran buah.
Penyakit patek dapat dicegah dengan melakukan
sanitasi lahan yang baik, pemilihan benih berkualitas dan penggunaan fungisida
sebelum serangan terjadi. Jadi, melindungi tanaman sejak benih disemai baik
dilakukan. Sementara itu, pengendalian serangan yang terjadi dilakukan dengan
menggunakan fungisida yang tepat sasaran, tepat waktu, aplikasi baik dan dosis
sesuai. Hal ini sesuai dengan pendapat Samsudin (2006) yang menyatakan bahwa
untuk mengendalikan patek, saat ini ada 67 merek fungisida yang sudah terdaftar
di Kementerian Pertanian. Jenis fungisida yang beredar umunya bersifat
sistemik, kontak dan campuran keduanya. Mengenai dosis, sebaiknya mengikuti
anjuran yang tertera pada kemasan. Pasalnya, aplikasi di bawah atau di atas
dosis yang dianjurkan akan menyebabkan aplikasi tidak efektif dan cendawan
patek akan resisten. Langkah pencegahan selanjutnya dapat dilakukan dengan
membuat jarak penanaman tidak terlalu rapat. Jarak antarbaris tanaman dalam
satu bedengan minimal 60 cm. Akan lebih baik kalau penanaman dilakukan secara
zig-zag sehingga membentuk segitiga. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedijanto
dan Warsito (2002) yang menyatakan bahwa penanaman dengan jarak tidak terlalu
rapat sirkulasi udara akan menjadi lebih bagus sehingga lingkungan pertanaman
tidak terlalu lembab. Ini disebabkan sinar matahari akan leluasa masuk di
anatara dedaunan. Akibatnya perkembangan penyakit yang ada akan terkendalikan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios,G.N.1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan.Gajah Mada
University Press,
Yogyakarta.
Dedi, Kusnadi. 2011. Modul
Metode Penyuluhan Pertanian. STPP Bogor, Bogor.
Duriat,
A.S., N.Gunaeni., dan A.W.Wulandari. 2007. Penyakit Penting Pada Tanaman Cabai
dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.
Pracaya. 1991. Hama Dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.
Prajnata,
final. 2007. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Samsudin,
S. U. 2006. Bertanam Cabe. Binacipta, Bandung.
Semangun, H. 2000. Penyakit- penyakit Tanaman
Hortikultura di Indonesia. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Setiadi.
2006. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soedijanto
dan Warsito D. P. 2002. Bercocok Tanam Cabe Rawit dan Cabe Besar. Bina Restu,
Jakarta.
undip.ac.id
fpp.undip.ac.id
undip.ac.id
fpp.undip.ac.id
Komentar
Posting Komentar